Sabtu, 24 Mei 2014

Sejumlah Bukti Keakuratan dan Ketepatan Metoda Prediksi Metoda Bioekonomika Natural atau Dinamika Biosiklus Ekonobisnis

Oleh : Edmond F. La'lang (pengamat ekonomi dan lingkungan hidup)

- Cara berpikir Metoda Biologis dalam Ekonomi maupun bidang ilmu lainnya

Prediksi ini kami buat berdasarkan data grafik (technical) dan data fundamental, baik mikro (saham) maupun makro ekonomi (forex dan komoditi) yang kami olah dengan metoda biologis, sperti conditional reflex, the law of diminishing return, bio-ritmik, complex ecosystem harmony dan lain-lain. Penentuan porsi prediksi kami adalah Biologis 45 %, Technical Grafik 30 % dan Fundamental Makro Ekonomi 25 %. Metoda Bioeconomic akan memakai timing dan momentum pada saat kondisi recovery (rebound) setelah mengalami konsolidasi yang diikuti oleh siklus prosperity (bullish), dimana alam akan memberikan power untuk menanjak naik (melebihi gaya gravitasi untuk turun). Kemudian pada saat konsolidasi pada puncaknya yang berbentuk doom, pasat cenderung akan melakukan upaya maksimal untuk tetap naik, sehingga akan terjadi konsolidasi yang jika terus memaksa naik akan terjadi kejenuhan yang berlebihan atau menurut istilah dari Georges Soros yaitu self reinforcing (penguatan diri) sebagai batas akhir yang tak dapat naik lagi dan akan mirip tanah longsor atau pecahnya bendungan air yaitu catastroph (ambruknya) harga di pasar saham, forex dan komoditi. Hal ini terlihat dari kondisi pada krisis moneter dan ekonomi Indonesia pada 1997/1998, dimana terlihat pertumbuhan ekonomi terus dipacu pada level 7 %, sedang carrying capacity Indonesia tak mampu menampungnya dengan tingkat inflasi yang selalu tinggi, sehingga terjadi overheating oleh kondisi overinvestment dan overconsumption dan akhirnya Crash Landing. Semestinya ekonom dan pebisnis harus melihat bahwa pacuan ekonomi layaknya sirkuit Formula 1 (Michael Schumacer) dan MotoGP, kapan harus ngebut dengan persneling 4 – 5, kapan harus mengerem dekat tikungan dan menurunkan gigi persneling ke 1 – 3, menikung perlahan, lalu dipacu kencang jika telah masuk track lurus sebagai garis linier.
 
- Keinginan berlebih tanpa dukungan kemampuan dan potensi diri yang baik dan kuat

Selama ini ekonom dan pebisnis ingin tumbuh kencang terus tanpa melihat bahwa ada gelombang pasang surut, naik bukit turun bukit dan juga kurang memperhitungkan irama aerodinamika mobil balapnya tanpa down force yang memadai. Yang menjadi masalah adalah karena keinginan tumbuh kencang inilah sehingga banyak negara harus banyak berhutang tanpa didukung oleh ketersediaan modal yang cukup serta imbal hasil yang memadai. Dimana kita tahwa mindset ekonom dan pebisnis adalah bahwa dengan cara berhutang yang bahkan dengan porsi hutang besar akan menghasilkan sebuah pengungkit (leveraging( yang besar pula. Padahal kenyataannya justru terbalik bahwa dengan beban hutang yang besar dengan hanya berdasarkan ratio hutang terhadap PDB tanpa mempertimbangkan potensi pertumbuhan yang mungkin saja tak terlalu bagus, risiko kredit, tisiko pasar dan bisnis, risiko bunga, risiko inflasi, risiko makro dan mikro (operasional, tingkat daya saing, potensi SDM, sistim organisasi, budaya kerja, teknologi, produk unggulan, dan lainnya), maka itu sudah cukup untuk memberikan efek yang positif untuk melakukan sebuah pembangunan ekonomi, baik negara, propinsi, daerah dan perusahaan bahkan perorangan (kartu kredit) Hal ini juga terjadi di Amerika dan Eropa (kasus hampir bangkrutnya Yunani, Spanyol, Portugal dan gejala di Inggris), dimana para Investment Banking memacu ekonominya, terutama investasi di derivative dengan berbagai tingkatan yang menyebabkan banyak bank-bank besar merugi besar dan bangkrutnya Lehman Brothers dan 200 lebih bank serta mungkin ribuan perusahaan besar dan kecil, layaknya daun berguguran di musim gugur (fall season). Musim gugur ini akan menciptakan gejolak dan krisis serta jatuhnya pemerintahan baik secara langsung lewat revolusi (seperti tumbangnya rezim Orba) maupun lewat Pemilu berikutnya, seperti kasus di Eropa dimana beberapa pemimpin negaranya kalah pada Pemilu karena tak mampu meredam terjadinya gejolak dan krisis ekonomi, sehingga banyak perusahaan bank dan korporasi besar dan menengahnya bangkrut atau mengalami rugi besar sehingga harus dilakukan bailout yang justru menambah beban hutang yang makin besar. Ini adalah sebuah pola penyelamatan dan problem solving yang sebenarnya sangat tak rasional, karena justru hanya menyelamatkan oerusahaan besar (Too Big to Fail) yang justru sebenarnya adalah pembuat masalah ekonomi itu sendiri alias Trouble Maker. Sedangkan perusahaan kecil yang taat azas finansil dan tak mempunyai beban hutang besar malah sering dilupakan, termasuk rakyat kecilnya yang makin rentan krisis ekonomi untuk menjadi miskin dan jadi penangguran akibat banyaknya PHK dan paling diberikan sebuah jaring pengaman Sosial yang bersifat sementara serta stimulus (itupun juga mungkin dari hutang baru) yang efeknya hanya sedikit dan tidak signifikan untuk membangkitkan kembali mesin ekonominya yang hamppir bangkrut karena hutang ebsar, baik dalam cicilan maupun bunga hutangnya. Belum lagi banyaknya moral hazard dan fraud di perbankan dan bisnis, sehingga menimbulkan Krisis Kepercayaan dengan akibat derasnya Capital Outflow ke luar negeri dan ambruknya nilai Rupiah. Hal ini berbeda dengan China yang mampu mempertahankan laju pertumbuhan ekonominya pada level 9,5 – 11,0 % setiap tahunnya dengan tingkat inflasi yang rendah serta iklim bisnis dan perijinan yang kondusif.


- Sistim pencegahan (Preventive Ways) dengan Early Warning System

Disini kami memakai Bio-Management Risk dan Bio-Natural untuk mengetahui terjadinya krisis dengan proses Preventive Ways dengan Early Warning System dari gerakan naik turunnya (alunan fluktuasi) yang jika makin ketat dan makin keras layaknya seorang ahli vulkanologi dapat mengetahui kapan meletusnya sebuah gunung berapi atau dokter dapat mengetahui kondisi pasien dari grafik denyut jantungnya atau ahli klimatologi dapat meramalkan kapan akan hujan dengan angin kencang ataupun datangnya badai.
Bio-economic fokusnya pada preventif yang aman tanpa biaya risiko dibanding hanya problem solving yang memakan biaya, korban dan waktu untuk pulih kembali (recovery). Georges Soros dengan metoda Reflection yaitu “Berjalan 6 Bulan di Depan Kurva” dapat lebih dulu mengetahui akan terjadinya sebuah krisis atau gejolak (turbulencies).  

- Sejumlah bukti prediksi yang tepat dan akurat seperti di bawah ini :

1. Gejolak Rupiah yang menyebabkan terjadinya krisis moneter dan ekonomi Indonesia pada Tahun 1997 yang kami prediksikan sejak 1994 bahwa nilai Rupiah akan anjlok (terdepresiasi) menuju lebih dari Rp. 7.500/1 US$ dengan bunga SBI lebih dari 30 % akibat reaksi (saran IMF) terhadap penurunan tajam Rupiah. Ternyata Rupiah makin turun ke Rp. 17.000,- akibat terjadinya Capital Flight, pembelian US$ terhadap Rupiah di perbankan nasional maupun aksi spekulasi pada pasar foward dan kepanikan kita dengan membeli US$ dan menjual Rupiah, sehingga pada saat IMF diundang, menyarankan dengan resep generik dengan menaikkan SBI hingga ke 70 % serta pemberian bantuan hutang dengan Letter of Intent dengan berbagai ketentuan kebijakan ekonomi yang harus dipatuhi Indonesia dan akhirnya Rupiah mulai menguat ke arah di bawah Rp. 10.000an.

2. Pada 1999, setelah 2 tahun krisis, kami memprediksikan bahwa krisis ekonomi akan mulai mereda tahun 2004 dengan growth 4 – 5,5 % dan akhirnya mulai bangkit pada 2007 dengan growth ekonomi 5,75 % - 6,1 %, meski pernah mencapai 6,3 % di era Megawati pada 2003, tetapi kondisinya belum stabil benar untuk bangkit kembali.

3. Pada tahun 2005 saat sebelum dikuranginya subsisi BBM, kami memprediksikan bahwa Rupiah akan terdepresiasi melebihi Rp. 11.250 (pada saat prediksi Rupiah masih pada level Rp. 8.850an dan akhirnya memang Rupiah sempat menyentuh pada harga Rp. 11.750 – 12.000 pada beberapa bank besar. Kami juga memprediksikan bahwa SBI akan menuju ke 12 – 14 %, sedang banyak ekonom menyatakan bahwa SBI hanya akan mencapai ke 10,0 % saja, ternyata SBI justru mencapai 12,75 %. Demikian juga dengan Rupiah dimana hampir semua ekonom terkenal meramalkan bahwa Rupiah tak mungkin menembus Rp. 10.000, tapi saya katakan dengan keras di sebuah radio Surabaya yang dipandu oleh ekonom Prof. DR. Wibisono H. (Rektor Ubaya dan Ketua Forum Rektor Indonesia saat itu)  dan DR. Pandu ak.(Ketua Magister Ubaya) bahwa Rupiah pasti akan menuju ke Rp. 12.000. Taklshow ini diikuti oleh para pengusaha, profesional dan juga bankers di Surabaya pada setiap hari Sabtu pagi. Dan juga dengan kasus Reksadana dimana pada saat itu banyak para ekonomi dan keuangan memprediksi bahwa bisnis keuangan Reksadana akan tak terpengaruh dengan anjloknya Rupiah pada 2005. Dan ada seorang pemirsa radio mengatakan demikian agar tetap yakin, tetapi saya dengan tegas mengatakan agar segera "Redemption (menjual Reksadananya)". Dan hanya dalam waktu 2 minggu setelah itu, Net Aktiva Bersih (NAB) Reksadana sebesar Rp. 120 Trilyun akhirnya jatuh bebas menjadi hanya sekitar Rp. 10 Trilyun saja. Yang berarti bahwa NAB Reksadana telah kehilangan aset pasarnya sebesar lebih dari Rp. 100 Trilyun dalam 1 bulan saja.

4. Kami juga dengan tepat memprediksikan pada 2001 saat krisis Iran hingga invasi AS pada 2003, ekonomi AS akan mengalami resesi ringan hingga sedang pada 2007/2008. Invasi ini hanyalah sebuah trigger bagi resesi AS yang memang telah rapuh sejak 1998 yang ditimpali oleh kebijakan Cut Rate yang agresif sehingga membuat berbagai Kerentanan Ekonomi akibat makin banyaknya pengambilan kredit khususnya sektor properti kecil menengah yang diderivatifkan dalam berbagai jenjang. Apalagi derivatif pada binsis subprime mortgages ini tanpa didasari oleh Underlying Asset dan Bisnis yang kuat pada sebuah sektor properti kecil menengah yang sangat rentan terhadap sebuah gejolak dan penurunan ekonomi.

5. Prediksi tumbangnya rezim Suharto pada 1998 sejak tahun 1993, gagalnya Sistim Kapitalisme seperti yang terjadi seperti saat ini sejak 1993 agar segera dirubah menjadi Soft Capitalism atau Sosialisme Modern  (seperti model China ataupun Skandinavia), Sistim Akuntansi yang seharusnya diperbaharui sebelum terjadinya kasus penipuan Akuntansi (kasus Enron) di USA pada 2001, dan munculnya China sebagai kekuatan ekonomi dunia seperti saat ini yang kami prediksikan sejak tahun 1989.

6. Kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo, dimana terjadi polemik apakah ini disebabkan oleh bencana alam gempa bumi Jogya ataukah justru salah pengeboran minyak oleh PT. Minarak Lapindo. Menurut para ahli geologi, ahli pertambangan dan lainnya bahwa munculnya lumpur itu akan menurun kembali pada saat telah mencapai semburan 25.000 m3/detik. Tapi saya katakan di sebuah stasiun radio bahwa akan menuju ke semburan 150.000 m3/detik dan ternyata akhirnya hal ini benar-benar terjadi, sedangkan ramalan pakar pertambangan dan geologi malah meleset jauh karena memprediksikan bahwa semburan itu hanyalah bersifat sementara saja yang akhirnya akan menurun kembali.

7. Sejumlah bencana alam banjir, seperti di Situbondo pada 2001 yang saya prediksi sejak 1998, banjir besar di Jakarta pada 2002 sejak 1999. Demikian juga dengan Berpikir Terbuka dan Berpandangan dan Berpikir Divergensi  terhadap "Sistim Kekuatan Alam Dunia dan Alam Semesta Raya", maka anda dapat merasakan getaran akan datangnya gempa bumi, letusan gunung berapi, termasuk sinyal berbagai gejolak dan krisis ekonomi dan politik, dan lain-lain dari hasil analisis "Metoda Bio Ekonomika Natural / Dinamika Biosiklus Ekonobisnis" berdasarkan Kendali Hukum Kekuatan Alamiah dan bukan berdasarkan Ilmu Ekonomi Konvensional yang sudah Kadaluarsa, karena tak mampu lagi mengelola dan memprediksi aspek Ekonomi bagi Kesejahteraan Umat Manusia, tetapi hanyalah demi kepentingan Kaum Kaya Raya dan Negara Maju saja yang justru sekarang menghadapi Resesi Ekonomi dan Krisis Hutang.

Metoda ini dapat juga dipakai di bidang Politik, Sosial, Pertanian (dalam arti luas), Kesehatan, Lingkungan Hidup Alamiah dan lain-lain yang umumnya bersifat multi dimensi dan bukan bersifat fisik, statis dan linieristik semata yang perhitungannya selalu mengacu pada perhitungan matematika dan statistika.

 Catatan Kaki :

         Fluktuasi jangka pendek (harian dan mingguan) akan terjadi secara alamiah yang dipengaruhi oleh kondisi mental, gairah, selera, motivasi dari psikologi massa global untuk mengambil posisi perdagangan dalam sebuah pasar yang padat dan sering bersifat chaos. Jika ada data atau berita yang sangat fundamental dari kondisi ekonomi, bisnis dan politik, pergerakan fluktuasi grafik harganya akan terjadi secara dinamis dan bergejolak baik meroket maupun jatuh bebas yang melebihi dari peramalan hariannya.  Tetapi secara jangka menengah dan panjang bagi investasi akan dipengaruhi secara dinamis oleh biosiklus dan bioritmik dari hukum dan kekuatan alamiah yang selalu bergerak dinamis naik dan turun. Jadi anda bukan saja harus berglobalisasi dengan sistim internet tapi juga sekarang seharusnya mempunyai visi dengan cara *Galaxisasi dengan Galaxinet* (Astronomis). 
         Dimana kita dapat mengetahui alunan dan kondisi Alam Semesta Raya ini dalam jangka pendek (10 tahun), jangka menengah 50 tahun maupun jangka panjang 100 - 200 tahun) yang akan juga secara nyata dalam sebuah "Kepastian Hidup (certainty) dan bukannya Ketidakpastian (uncertainty)" yang selalu dikeluhkan banyak pihak, termasuk para pemimpin pembuat kebijakan negara, para pemimpin kebijakan bisnisnya (pengusaha industri dan pedagang) maupun para pakar di berbagai bidang kehidupan. Pengaruh Kekuatan dan Hukum Galaxi (Alam Semesta Raya) ini pasti akan selalu mempengaruhi pada setiap aspek kehidupan kita di atas planet bumi ini, baik disadari maupun tidak disadari untuk diantisipasi dengan baik dan benar.


Anda dapat melihat Prediksi Bulanan dan Mingguan 
di Pasar Forex, Indeks Dunia dan Komoditi 


Kontak :

Edmond F. La'lang
Email  :   edmond.lalang@gmail.com
Telp.    :  +62031-3538606
HP         :   +62081-553080521 
Linkedin : 
http://www.linkedin.com/home?trk=hb_tab_home_topKontak :.

1 komentar: